Aku baru saja tiba di bandara saat waktu menunjukkan pukul 6.20 wib. Masih pagi. Udara masih sejuk. Yah, aku berkesempatan untuk kembali ke tanah air usai ujian termin satu-ku di Universitas Al-Azhar, Kairo. Sebenarnya tak ada rencana pulang ke tanah air, hanya saja aku masuk dalam daftar WNI yang terevakuasi. Jadilah aku sekarang menghabiskan masa liburanku-yang hanya tiga minggu-di indonesia. Tapi tentu bukan ini yang akan aku ceritakan kawan. Aku ingin berbagi kemelut yang aku rasakan selama perjalananku dari bandara menuju asrama haji. Agar kita bahas dan kita temukan jalan keluarnya bersama-sama.
Kemelut apa yang kurasakan ?
Tentu itu pertanyaan selanjutnya.
Jawabanku, mari ikuti perjalananku, kawan.
Aku duduk di bangku belakang sopir. Aku berada di dalam bis yang akan mengantarkan kami dari bandara menuju asrama haji untuk selanjutnya dijemput oleh orang tua masing-masing.
Arah pandangku tepat beradu dengan aspal. Aku dapat melihat jelas mobil-mobil yang berseliweran di sekitar bis. Sirine meraung-raung dari salah satu kendaraan patroli. Bis yang aku tumpangi dikawal oleh mobil patroli. Dan aku begitu menikmati saat-saat menjadi orang penting. Kapan lagi-batinku dalam hati. Kalian tentu tau, saat mobil patroli lewat-ikhlas atau tidak-mobil-mobil yang berada di sekitarnya harus mengalah (baca:menyingkir) dan memberi jalan kepada kami. Bagaimana tidak aku merasa menjadi orang penting. Padahal kala itu di dalam bis bukan hanya ada diriku, tapi banyak teman-temanku yang turut andil merasakan menjadi orang penting-meski hanya sehari. Pe-de nian diriku.
Jalanan tersedat. Tapi kami tidak terjebak macet. Sirine dari mobil patroli cukup ampuh membuat kami terbebas dari penyakit ibukota. Aku memperhatikan sekitar : bis yang kutumpangi masih melaju dengan santai. Untaian panjang mobil-mobil yang tak kunjung menciut. Suara klakson yang melengking dan saling bersahutan. Cacian yang justru menambah kemelut. Asap knalpot yang tak henti-hentinya menyesakkan udara. Ditambah lagi ada rombongan bis-yang berjumlah (kurang lebih) lima : aku lupa, melenggang dengan angkuhnya. Tak sengaja aku memperhatikan seraut wajah sopir metromini yang seakan berteriak-Hey ! Kau pikir kau Tuhan, hah ! Bertingkah seenaknya di jalan. Kau tidak lihat kami yang tengah muak berkemul dengan kemacetan.Makanan kami sehari-hari. Ooh, udara inipun ,sungguh sesak!! Dan kau, dengan benda melengking itu bisa berlaku seenaknya !!- dan selanjutnya aku melihat air ludahnya yang bersinergi dengan aspal. Aku pun merutuki diri yang berada dalam rombongan ini.
Kuputar arah pandangku. Hey ! Kendaraan berwarna merah. Ya, kau tau ? itu busway !! Aku histeris. Namun bukan karena baru pertama kali melihat busway, tapi lihatlah angkutan umum yang dibanggakan dapat menjadi salah satu pengurang timbulnya kemacetan itu justru sukses terjebak macet. Aku meringis.
Kemelut apa yang kurasakan ?
Tentu itu pertanyaan selanjutnya.
Jawabanku, mari ikuti perjalananku, kawan.
Aku duduk di bangku belakang sopir. Aku berada di dalam bis yang akan mengantarkan kami dari bandara menuju asrama haji untuk selanjutnya dijemput oleh orang tua masing-masing.
Arah pandangku tepat beradu dengan aspal. Aku dapat melihat jelas mobil-mobil yang berseliweran di sekitar bis. Sirine meraung-raung dari salah satu kendaraan patroli. Bis yang aku tumpangi dikawal oleh mobil patroli. Dan aku begitu menikmati saat-saat menjadi orang penting. Kapan lagi-batinku dalam hati. Kalian tentu tau, saat mobil patroli lewat-ikhlas atau tidak-mobil-mobil yang berada di sekitarnya harus mengalah (baca:menyingkir) dan memberi jalan kepada kami. Bagaimana tidak aku merasa menjadi orang penting. Padahal kala itu di dalam bis bukan hanya ada diriku, tapi banyak teman-temanku yang turut andil merasakan menjadi orang penting-meski hanya sehari. Pe-de nian diriku.
Jalanan tersedat. Tapi kami tidak terjebak macet. Sirine dari mobil patroli cukup ampuh membuat kami terbebas dari penyakit ibukota. Aku memperhatikan sekitar : bis yang kutumpangi masih melaju dengan santai. Untaian panjang mobil-mobil yang tak kunjung menciut. Suara klakson yang melengking dan saling bersahutan. Cacian yang justru menambah kemelut. Asap knalpot yang tak henti-hentinya menyesakkan udara. Ditambah lagi ada rombongan bis-yang berjumlah (kurang lebih) lima : aku lupa, melenggang dengan angkuhnya. Tak sengaja aku memperhatikan seraut wajah sopir metromini yang seakan berteriak-Hey ! Kau pikir kau Tuhan, hah ! Bertingkah seenaknya di jalan. Kau tidak lihat kami yang tengah muak berkemul dengan kemacetan.Makanan kami sehari-hari. Ooh, udara inipun ,sungguh sesak!! Dan kau, dengan benda melengking itu bisa berlaku seenaknya !!- dan selanjutnya aku melihat air ludahnya yang bersinergi dengan aspal. Aku pun merutuki diri yang berada dalam rombongan ini.
Kuputar arah pandangku. Hey ! Kendaraan berwarna merah. Ya, kau tau ? itu busway !! Aku histeris. Namun bukan karena baru pertama kali melihat busway, tapi lihatlah angkutan umum yang dibanggakan dapat menjadi salah satu pengurang timbulnya kemacetan itu justru sukses terjebak macet. Aku meringis.
Kemacetan memang menjadi salah satu PR terbesar bagi negara kita. Dari tahun ke tahun masalah ini justru semakin berakar. Tak kunjung usai. Dan lihatlah dampaknya. Selain waktu kita yang terbuang percuma di jalan, polusi udarapun semakin menyesakkan ruang pernapasan kita. Udara berisi zat-zat yang menyiksa saluran pernapasan kita. Lihatlah, mereka menari-nari di atas kemacetan itu. Hitam. Pekat. Aku merinding. Entah mengapa, aku pun sesak.
Polusi udara.
Isu tersebut tentu sering kita dengar. Pembakaran bahan bakar untuk kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber dari pembuangan limbah zat pencemar yang menyebabkan polusi udara. Seperti yang tertulis pada sumber, kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber utama zat-zat pencemar udara terutama CO, NO, dan NO2. Dampaknya zat-zat ini dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan pembuluh darah. Dan kenyataannya justru sekarang kendaraan bermotor di negara kita semakin banyak. Ini menandakan akan terbukanya peluang polusi udara semakin meningkat. Bagaimanakah cara kita untuk memberi andil dalam pencegahan polusi udara ?
Bila kita hitung dalam satu hari, berapa kali kita terjebak macet ? Berapa kalikah kita harus merelakan tubuh ini terdzolimi dengan zat-zat berbahaya yang berasal dari asap knalpot kendaraan ? Berapa kalikah.... Ya, kita memang terlalu luput dengan hal-hal seperti ini kawan.
Aku teringat ketika suatu pagi aku sedang membaca surat kabar nasional. Salah satu berita tertulis 'Perusahaan X telah berhasil memproduksi satu juta motor dalam setahun'. Aku merengut. Aku membayangkan motor-motor tersebut tertawa dengan kepulan asap dari knalpot yang menari-nari di udara. Bagiku berita itu suatu musibah. Musibah bagi bumi tempat kita berpijak. Musibah bagi kehidupan kita. Tidakkan kita terlalu konsumtif kawan ?
Kau tau kawan berita yang ramai akhir-akhir ini. Mengenai masalah kemacetan. Yah, aku mendengar akan diberlakukan peraturan mobil gelap dan terang untuk ruas jalan tertentu. Apakah itu berpengaruh ? Mungkin iya bagi kami yang hanya rakyat biasa. Toh, mobil kami tak lebih dari satu. Atau tak sebanyak para hartawan yang bisa dengan mudah membeli mobil dengan berbagai warna. Membayangkan asap yang mengepul-ngepul dari knalpot mobil mereka. Sungguh ancaman bagi alam kita, kawan.
Yah, kita menyadarinya, angkutan umum yang selama ini ada memang jauh dari kata nyaman. Hatta, busway sekalipun. Dan karena itulah, mungkin sebagian dari kita lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Tapi lihatlah sisi lain, saat kita berpikiran sama-untuk selalu memakai kendaraan pribadi-saat itu juga kita telah bersuka rela merusak lingkungan kita dengan asap dari knalpot kendaraan kita. Pakailah sesuatu karena kepentingannya. Bukan sekedar bergaya. Bukankah menjaga alam itu kewajiban bersama kawan. Mulailah dari hal kecil. Dengan bepergian menggunakan angkutan umum. Kita dapat mengurangi penyebab kemacetan untuk tetap membiarkan kendaraan kita berada di garasi rumah. Itu berarti kendaraan kita bukan salah satu penyumbang asap yang mengepul di udara saat kemacetan berlangsung. Atau lebih memilih jalan kaki saat pergi ke suatu tempat dengan jarak yang dekat dan membiarkan motor milik kita tetap anteng di rumah. Semuanya dimulai dari diri kita sendiri. Untuk keselamatan bumi kita ! jadilah pahlawan bagi keselamatan bumi kita kawan ! Jadilah pahlawan ! Jangan Egois !
Aku tersenyum. Bis kami akan melewati gerbang asrama haji. Mataku tertambat pada satu sosok. Seorang pengendara sepeda diantara kerumunan kendaraan berknalpot. Bukankah itu ide bagus juga kawan ?