4.28.2010

Politikus dan Ahli Sihir

Am I making you confuse ?

Kisahnya, judul itu tercetus akibat dari kesusahan saya memahami "Apa sih politik itu?"
Tapi, sebenarnya alasan juga gak sesederhana itu. Pertanyaan pun berkembang menjadi, "Mang, politik ngapain aja sih?",
"Enaknya jadi politikus apa?","Jadi politikus gajinya gede yah?" ( hhe. pertanyaan yang terakhir jangan ditiru kawan).

Berbekal kebingungan, saya pun hijrah untuk bertanya dari satu manusia ke manusia yang lain. Hasilnya, rata-rata jawaban mereka sama.
Seperti ini,

"Ya.., politik itu harus pinter ngomong. Juga harus pe-de. Pokoknya pinter ngomong lah."

saya pun hanya menganggung-angguk. Pintar ngomong, batin saya dalam hati. Berarti pintar ngorok itu gak masuk dalam hitungan.
Lho? Tapi...., kok ada politikus yang tidur waktu rapat. Seharusnya keahlian yang itu gak ada dalam dirinya. (koor:"politikus juga
manusia punya rasa pengen tidur")

Atau ada juga yang menjawab seperti ini,

(ket: intonasikan dengan emosi yang menggebu-gebu)
"Politik itu mesti mengurus rakyat, merhatiin rakyat, bukan malah pada korupsi ! sibuk ngerebutin jabatan ! Berantem sendiri bla bla bla bla."

(lho?) Saya jadi ikut kena dampratannya.

Hhhhmm, semua jawaban kurang memuaskan. Saya pun masih belum memahaminya. Ditambah lagi dengan berita-berita politik yang selalu menghiasi layar kaca. Semakin membuat saya penasaran. Sebenarnya, ada apa sih dengan politik itu?
Saat terombang-ambing dalam kebingungan itulah saya menemukan jawabannya.

"Aha! Politik itu ahli sihir."

Sambil tersenyum-senyum (sendiri) saya memutuskan untuk 'mencurhatkannya' di blog pribadi.

Setelah munculnya statment itu, secara otomatis bayangan yang muncul di pikiran saya saat seseorang menyebutkan kata politik pasti seorang ahli sihir; biasanya sih yang muncul wajah nenek-nenek yang sedang mengaduk priuk berisi ramuan. Namun, dengan begini saya justru mudah memahami politik.

Nenek sihir; maksud saya, ahli sihir menggunakan keahliannya meramu ramuan agar menjadi enak diminum serta berkhasiat (emang pernah nyobain.hhe: enggak tuh).
Sedangkan politikus menggunakan keahliannya merangkai kata-kata agar enak didengar dan berkhasiat (baca: lobi berhasil).

Kelebihannya, ahli sihir; siapapun yang telah berpredikat seperti ini pastilah terkenal akan ramuannya yang manjur (berdasarkan kisah dongeng-dongeng).
Dan politikus biasanya terkenal dengan rangkaian katanya yang mujur.

Kelemahannya, ahli sihir; diremehkan kalau ramuannya terbukti ada yang tak manjur. Politikus; dihujat kalau lidahnya kepeleset dikit aja.
Artinya, sedang tidak mujur.

Sebentar, kenapa sih harus disamain sama ahli sihir. Kesannya kan buruk?

Enggak juga ah. Kita sering melihat di beberapa film, penyihir itu gak semuanya buruk. Adapula yang baik. Gak usah jauh-jauh deh.
Liat aja film yang cukup terkenal, 'Harry Potter' misalnya. Masih ada kan penyihir yang baik. Meski itu cuma dalam cerita.

Lagipula ini hanya sekedar wacana agar diri saya dapat memahami politik.

Kembali ke topik.
Politikus pun bermacam-macam. Ada yang memang panggilan hati ingin mengubah bangsa. Namun, adapula yang hanya, istilahnya apa ya; aji mumpung lah, berbekal pintar cuap-cuap dan hal-hal lain yang menghiasi.
Inipula yang harus kita pahami.Bahwa mereka itu bermacam-macam. Yang baik ada (berapa persen ya?). Yang buruk pun ada (persenin sendiri deh). Namanya juga, kita hidup di dunia pasti selalu ada lawan kata seperti itu.hhe
Kita, yang hanya menonton, jangan asal men-judge mereka dengan hal-hal yang langsung menjurus kepada
hal negatif. Jangan menilai seseorang sebelum kamu memakai mocassin-nya. Begitu bahasa kerennya.
Seperti misalnya, saat kisruh di media massa mengenai presiden yang selalu 'curhat' ke rakyatnya. Dikatakanlah bahwa beliau pengeluh. Tidak pantas bila seorang presiden mengeluh. Dan hujatan lainnya. Memang kata keluhan itu selalu tak indah didengar kuping. Terkesan lemah. Terlebih untuk seorang kepala negara. Tapi, tidakkah kita dapat menggantikan posisinya? Atau apa yang kita lakukan bila kita
berada di posisinya? Dengan tekanan dari lawan politik yang bertubi-tubi. Dan keharusan menjalankan hal-hal yang berbau 'bagi kesejahteraan bangsa'. Dapatkah kita bertahan bila kita di posisinya?

Bila kita mau, merubah diri sendiri itu bukankah lebih baik?

0cuap-cuap:

Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!