3.30.2010

Kecil-Kecil Cabe Rawit


Saat saya sedang iseng memilah-milah koran; sesekali membuka-buka halamannya, saya membaca satu judul;entah mengapa sangat menarik mata. Apalagi tepat di bawah judul terdapat potret para anak bule dan seorang anak asia mengantri dengan sebuah buku di perpustakaan. 'Tengoklah Finlandia' dalam surat kabar Republika (24/03) membuat saya memutar memori akan letak negara tersebut.

Finlandia, negara kecil yang jarang menjadi topik pembicaraan saya bahkan saya menyebutkannya pun hanya saat bermain 'ABC lima dasar' (permainan tebak kata) menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik. Bukan Amerika, Inggris, Jepang atau Cina.
Yang membuat saya tercengang jam belajar di Finlandia hanya tiga puluh jam seminggu. Bandingkan dengan waktu belajar di negara kita yang rata-rata masuk pukul 08.00 dan pulang pukul 15.00. Hmmm, saya bisa bersorak-sorai bila menjadi pelajar di sana. Tapi bukan itu yang akan saya bicarakan. Melainkan kunci kesuksesan mereka.

Dengan waktu belajar yang lebih pendek mereka menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik mengalahkan Korea Selatan yang memang terkenal keuletannya dengan waktu belajar lima puluh jam seminggu. Pertanyaan saya : "Kok bisa ?"

Kunci sukses mereka adalah guru. Rumus lama memang namun digunakan dengan cara yang tepat. Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru sebagai panutan. Masih begitu melekat dalam atmosfir akademik di Finlandia. Setiap tahun calon mahasiswa yang ingin kuliah di pendidikan diseleksi secara ketat. Mungkin kalau di sini se-favorite fakultas kedokteran kali yah. Di Finlandia pun jurusan pendidikan bukan menjadi pilihan akhir. Intinya, para guru di Finlandia memang berkualitas jempolan.

Inilah yang membuat saya menyesal saat mengatakan : "Yah, paling mentok-mentoknya jadi guru." I realize that I'm wrong.

Satu hal yang membuat saya begitu terkagum, para guru di Finlandia tak pernah mengatakan kepada muridnya, "Kamu salah!"

Berdasarkan pengalaman pribadi, dua kata itu membuat proses kreatif di dalam diri tak berjalan mulus. Buktinya, saya menjadi takut untuk bertanya maupun berpendapat setelah dilontarkan kata-kata itu.

Finlandia mematahkan teori umum bahwa murid yang cerdas selalu bergelut dalam kelengkapan sarana dan prasarana yang berteknologi canggih. Melainkan dari proses belajar yang mereka jalani apapun hasil akhirnya itulah yang perlahan mendidik mereka menjadi pelajar yang cerdas. Bukan cara 'pintar' untuk dikatakan cerdas.

Cara yang dapat dijangkau semua kalangan, kan ?

0cuap-cuap:

Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!