3.29.2010

After Graduation

"Aku pengen masuk universitas x deh."
"Kalau aku sih, pengennya di luar negri."
"Ah, universitas y juga bagus."
"Universitas z aja, mantep lho!"

Topik pembicaraan seputar universitas merupakan hal lumrah dibicarakan para remaja. Terutama mereka yang akan lulus sekolah menengah. 'Pengen'-nya mereka biasanya menyorot universitas yang bisa membuat orang berdecak kagum. Wajar bila saat ada yang bartanya, what are you going to do after graduation? jawaban yang didapat tidak variatif; rata-rata berharap masuk universitas yang sama.

Akupun terkena sindrom tersebut. Bukan bermaksud untuk membela diri walaupun sepertinya iya, tetapi itu merupakan several things that bring about change in my lives .

Sindrom itupun begitu kuat meraja, sehingga dengan sadar saya mendaftar dan menjadi bagian di antara para pemimpi yang berjejel di depan pintu gerbang wanna be scholar.

Secara online, sayapun mendaftar. Sekilas saya melihat-lihat form pendaftaran. Saya melongo begitu melihat satu bagian yang benar-benar di luar dugaan saya. Di salah satu satu bagian form tertulis 'biaya uang masuk'.

Saya memang tak mengerti maksud dari bagian tersebut pabila menduga-duga pun hanya menimbulkan prasangka. Di pikiran saya hanya terlintas lagu uang-nya Opie.

Sebegitu hebatkah virus materialitis menjalar di nadi kehidupan ? Hingga 'organ vital' bagi kehidupan,pendidikan, terkena dampak dari virus tersebut. Dan kita harus (?) bertawar menawar dengan 'obat'. Haruskah ?

Jika itu memang cara instan yang harus ditempuh, berapa orang yang dapat menebus obat tersebut? Bila melihat realita, obat yang bagus rata-rata adalah obat yang mahal.

Haruskah unhappy ending ? Yang mampu tersenyum senang dan yang tidak mampu meringis menahan perih.


Well, itu cuma pikiran aku aja. Timbul dari kekagetan dan membludak menjadi pecahan-pecahan tanya. Entah retoris atau bukan.

Aku berharap pertanyaan itu bukan menjadi jawaban atas kekagetanku. Bukan...

0cuap-cuap:

Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!