Aku berjalan menulusuri pinggir jalan yang tengahnya terlihat ramai dengan lalu lalang mobil. Aku menaksir seberapa jauhkah aku masih harus berjalan. Dengan sangat kecewa aku mendapati pertigaan yang masih sangat jauh, bahkan untuk melihatnya pupil mataku harus mengecil. Aku kembali berjalan. Kali ini dengan nafas tak karuan dan kaki yang rasanya ingin lepas persendiannya. Sesekali aku berhenti. Berharap ada angkot yang mengarah ke pertigaan itu. Nihil. Aku kembali berjalan, sambil mengingat-ingat instruksi yang diberikan seorang ibu. Aku terbayang mukanya yang terpahat khas orang indonesia timur. Dengan rambut yang keriting. "Bank BNI Neng ? Salah jalan. Lurus sana sudah tidak ada lagi gedung-gedung. BNI itu pertigaan belok kiri. Sebelum Bank Jabar." Kontan aku kembali menghembuskan napas. Bukan lelah, lebih karena kecewa, karena aku harus kembali jalan ke pertigaan di depan sana. Aku berteduh di bawah pohon. Berharap mobil angkutan lewat di depanku. Namun, nihil. Aku merengut saat seorang pengendara motor tertawa ke arahku, dengan telunjuk yang mengarah kepadaku. Orang aneh, pikirku. Aku berhenti kembali. Kuamati mobil-mobil yang lewat di depanku. Aneh. Kembali kuamati. Kok jalannya ke arah dalam semua ya.... Tak ada yang ke arah pertigaan. Ya ampun, ternyata ini jalan Forbidden. Pantas saja, pengendara tadi tertawa ke arahku. Tahu saja lagi kalau aku sedang menunggu angkutan. Jadi bahan ledekkan deh. Aku hanya bisa pasrah untuk kembali berjalan. Semakin cepat semakin baik.
Paru-paruku serasa menghirup udara gunung yang sejuk. Padahal hanya semilir AC, yang terasa begitu sejuk di organ pernafasanku. Aku langsung menuju ke meja tulis. Berderet kuitansi berjejer. Kuambil kuitansi setoran rekening. Seorang satpam memberikan nomor urut antrean kepadaku. Selesai mengisi, aku segera duduk. Tak berapa lama, nomor urutku pun dipanggil. Aku segera menuju ke teller. Dengan ramah penjaga itu menanyai maksudku. Kuterangkan maksudku yang ingin membayar formulir Ujian Masuk Bersama (UMB). Kuserahkan pula uang sebesar 225.000 rupiah untuk pembayaran. Penjaga itu mempersilahkanku untuk kembali duduk. Berselang dua orang nasabah aku kembali dipanggil. Dia menyebutkan besar nominal yang harus kubayar. Dan menyodorkan tangannya ke arahku. Aku mengernyit. Aku berkata bahwa aku telah membayar uang itu tadi di awal. Penjaga itu tampak bingung. Dia langsung meminta nomor teleponku. Untuk kemudian nanti dikonfirmasikan kebenarannya. Aku hanya tersenyum menatap wajahnya yang tegang bercampur letih. Di sela-sela kegesitannya melayani nasabah kudengar helaan nafasnya yang nampak berat. Tampak guratan lelah mendominasi wajahnya yang harus selalu tampil ramah di hadapan para nasabah. Tak berapa lama iapun kembali tersenyum. Seperti di awal. Seakan-akan tak pernah terjadi apapun saat itu.
Akupun keluar bank. Aku kembali mengingat rentetan kejadian yang beberapa detik, menit dan jam yang lalu telah aku lewati. Seakan aku akan menuliskannya sebagai sejarah. Detik-detik perjalanan ini. Untuk menggapai mimpiku.
0cuap-cuap:
Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!