5.11.2010

Bangun Tidur Ku Terus (Apa?)

Entah ada angin apa, hari ini, begitu bangun dari tidur saya langsung berpikir untuk olahraga. Melakukan treadmill setengah jam sepertinya cukup. Batin saya. Padahal biasanya rutinitas saya setiap pagi, begitu bangun tidur, terdiam di kasur masih dalam posisi telentang namun mata terbuka. Saat itu otak saya seperti sebuah agenda yang merunut kegiatan apa saja yang akan saya lakukan hari itu. Meskipun pada akhirnya dari, misal, sepuluh kegiatan yang terencana hanya satu, dua, tiga kegiatan yang berjalan tanpa hambatan rasa malas. Hhhmm, buruk sekali. Jangan ditiru kawan ! Tapi bagaimanapun juga ; berusaha membela diri, rutinitas itu membuat saya untuk tidak tidur kembali karena deadline yang begitu mepet. Berlagak wartawan. Maksud saya, tak akan bisa bagi saya terus tidur dalam suasana 'kapal pecah' (red: rumah berantakan). Tak akan nyenyak kawan !
Alasan lainnya rutinitas itu saya tekuni, lebih karena proses pengumpulan nyawa. Bila langsung bangun; apalagi dengan muka kaget, mata melotot, kemudian bertanya gak karuan begitu bangun, contoh: 'kenapa ini ? kenapa ?' atau 'Siapa ? Siapa?' , saya merasa nyawa saya belum seratus persen terpasang dari kepala hingga kaki. Entah benar atau tidak. Mungkin hanya sugesti yang saya pelihara. Apalagi bila belum baca doa, sekedar mengucap syukur saya masih hidup dan kemudian tersenyum, bila terlewat saya pastikan hari saya saat itu masuk dalam kategori kacau balau.

Itu bukan sebuah teori. Pernah suatu kali, saya benar-benar melewatkan moment itu. Mungkin agak lebay. Tapi saat bangun dari tidur adalah sesuatu yang selalu saya nantikan; selain berangkat tidur juga, karena berarti khayalan saya masih terbentang untuk segera direalisasikan. Well, bermula pada jam sarapan, di meja makan sama sekali gak ada makanan yang dapat saya lahap. Bahkan satu roti pun tak ada yang tersisa. Dan gorengan yang biasa terhidang di atas meja makan, kosong. Saya pun mengingat hari, saat itu hari senin. Bisa saya terima kondisi pagi itu, karena setiap senin-kamis, papa dan mama rutin berpuasa. Beli bubur ayam kayaknya enak. Batin saya menghibur diri.

Begitu siang menjelang, saya berharap mama membawa lauk pauk saat pulang ke rumah. Saya tersadar uang saya telah ludes untuk membeli bubur ayam saat perut saya tak henti-hentinya mengeluarkan suara orkestra. Bertanda buruk. Dan ternyata, mama tidak membawa apa-apa. Alhasil saya uring-uringan. Meski akhirnya saya memasak mie goreng dengan sebuah telur. Namun hari itu, rasanya saya seperti menelan angin. Hambar.

Sore itu, saya harus berangkat les. Saya terbiasa berangkat dengan menggunakan kendaraan umum. Salah satunya elf. Sebuah bus mini yang bermesin diesel. Dan sore itu menjadi pengalaman terburuk saya. Adu mulut dengan sopir bus. Dikarenakan saya duduk di kursi dekat pintu dengan maksud memperoleh 'AC' alami, sang sopir rewel. Berkali-kali dia menyuruh saya untuk masuk ke dalam. Saya pun tetap tak bergeming. Saya cuek. Asyik menikmati angin sepoy-sepoy. Anehnya, sang sopir bukannya marah justru tersenyum-senyum sendiri. Saya menyadari bahwa hari itu saya salah memilih angkutan.

Saya pun tertunduk lesu begitu sampai rumah. Otak saya memutar seluruh kejadian pada hari itu. Merunut satu demi satu. Yang justru membuat saya semakin jengkel. Padahal saya telah melakukan rutinitas mengumpulkan nyawa serta telah membuat jadwal kegiatan dalam otak. Hingga saya pun teringat bahwa saya lupa membaca doa.

Secuil kejadian di atas tidak bermaksud untuk mem-backlist elf, saya sama sekali tak terpikirkan hal itu. Saya justru berpikir ternyata ucapan syukur, yang walau sangat pendek; malah terkadang saya terluput tentangnya, akan membuat hari saya akan lebih berarti. Yaa, sesuatu yang diawali dengan hal yang baik pasti akan berakhir baik pula.
Tidak bermaksud menggurui lho, sekedar berbagi pengalaman dan menuangkan unek-unek.

Kembali ke topik 'pagi hari ini'. Saya pun melaju di atas treadmill. Sebelumnya, saya pasang alarm setengah jam ke depan. Ternyata lima menit yang seharusnya begitu singkat terasa lama di atas treadmill, bagi saya. Saya pun mencoba mencari topik lain dibandingkan memikirkan waktu setengah jam untuk olahraga yang terlampau lama. Pikiran saya terpaut pada adik terkecil saya yang sedang asyik menentukan buku pelajaran apa yang akan dibawa ke sekolah atau mainan. Entahlah. Yang pasti setiap pagi, begitu bangun tidur dia akan segera berlari menuju rak miliknya; yang berisi buku pelajaran dan mainan, sambil menjinjing sebuah tas. Saya beralih kepada papa, begitu bangun tidur papa pasti langsung menuju kamar mandi untuk menyikat gigi. Yah, papa sangat tidak suka sesuatu yang berlabel 'bau' apapun bentuknya. Lain halnya dengan mama, bangun tidur mama biasanya membuka jendela kamar sambil menengok keadaan ikan-ikan mujair dari celah teralis. Kata mama, kegiatan itu cukup menenangkan. Adik saya yang pertama, Nida dan kedua, Safa mempunyai cara terunik selepas bangun tidur di pagi hari, Nida biasanya menggaruk-garuk kakinya, entah itu dalam keadaan sadar atau tidak dan Safa begitu bangun dia akan berdiri, keluar kamar, menuju ruang tamu, membuka pintu depan dan.... terkapar di lantai ruang tamu. Saya pun selalu tertawa bila melihat rutinitas pagi hari kedua adik saya tersebut. Ternyata saya baru menyadari bahwa anggota keluarga kami mempunyai rutinitas pagi beragam. Dan cukup unik, terlebih di bagian dua terakhir.
Dan tanpa terasa saya pun mulai ngos-ngosan. Bulir-bulir keringat pun terasa menjalar di tubuh saya. Saya taksir setengah jam berlalu. Tapi, kenapa alarmnya belum berbunyi. Saya pun menyudahi olahraga pagi saya. Dan mengecek alarm. Oohh, ternyata baru sepuluh menit berlalu. I guess I'mnot a real fitness freak.

2cuap-cuap:

Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!