10.26.2010

Kejutan Tuhan

Saat duduk di bangku sekolah dasar aku selalu merunut jenjang pendidikan yang kelak akan aku tempuh. Aku membayangkan akan duduk di bangku SMP, memakai seragam putih-biru, lalu berlanjut ke SMA, dengan seragam putih-abu-abu dan selanjutnya menjadi mahasiswa. Aku selalu berpikir; kala itu bahwa hal yang aku bayangkan tersebut kelak akan mengalir seperti air. Tenang, lancar, tanpa hambatan. Terbayang seperti selokan depan rumahku. Yang membuatku terlupa beberapa hal. Sewaktu-waktu mungkin akan ada batu yang terlempar ke dalam aliran selokan hingga membuatnya beriak.Atau sampah yang mungkin saja membuat saluran air  hingga meluap ke sekitarnya. Atau balok kayu yang entah sengaja atau tidak diletakkan hingga membuat aliran itu tersendat. Yah, aku lupa akan hal-hal tersebut. Selalu terlupa...
Sedari kecil aku telah dikenalkan dengan kata usaha. Bahwa usaha = terwujudnya keinginan. Aku memasukkannya dalam daftar rumus kehidupan. Dan bila aku mendapat 'soal cerita', misalnya, aku ingin sekali barbie tapi aku tak berani memintanya kepada mama.Maka aku harus mendapat peringkat agar mamaku tak berpikir dua kali untuk membelikannya.
Rumus ini selalu berhasil aku terapkan di segala kondisi. Yah, aku katakan segala kondisi karena aku merasakan bahwa usaha dan keinginanku memang selalu berbanding lurus*. Hingga akhirnya aku dibuat terkejut olehNya.
Mendapat beasiswa dan sekolah di luar negri adalah impianku sejak kecil. Alhamdulillah Allah memberiku kesempatan untuk merasakannya. Dan di mesir-lah aku sekarang berada. Yang kubayangkan ketika aku tiba di mesir akan langsung merasakan sibuknya aktivitas kuliah. Hingga aku lulus empat tahun mendatang. Dan bukan hanya aku yang berpikir seperti itu. Teman-temankupun berpikir serupa denganku. Kami selalu mengatakan bahwa kelak kami datang bersama dan akan lulus bersama pula. Empat tahun mendatang kami akan bergelar LC. Tekad kami dalam hati.
Tapi ternyata tidak, sesampainya di mesir kami dibebankan dengan ujian bahasa. Hari-hari kamipun disibukkan dengan belajar. Setiap malam kami berusaha untuk berkumpul bersama. Meski akhirnya tidak setiap malam rencana itu berjalan. Hanya bertahan pada dua minggu pertama. Dan selebihnya kami berkutat dalam kesibukkan masing-masing.
Akupun berkutat dengan usahaku. Belajar bahasa dan mengulang hafalan qur'an. Selalu seperti itu. Akupun selalu meminta untuk diberikan jalan terbaikNya.
Hingga hari itupun tiba. Kamipun melaksanakan ujian bahasa. Tes tulis dan wawancara. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar; yang kurasakan saat itu. Kini, waktu kami untuk menunggu hasil ujian bahasa tersebut.
Sebulan berselang, kamipun belum juga mendapat kepastian. Hanya selentingan kabar bahwa seluruh peserta ujian asal Indonesia dinyatakan lulus. Akupun mengucap syukur.
Hanya saja, selentingan kabar belum membuat kami; teman-temanku dan aku, merasa lega. Kamipun mendatangi duktur;sebutan kami untuk dosen, agar mengetahui kebenarannya. Entah mengapa, saat masuk ke ruangan duktur tersebut aku merasakan hawa yang berbeda. Jantungku berpacu. Berdegub lebih kencang dari biasanya. Perasaanku amat tak enak. Padahal ruangan tersebut ber-AC dan nampak nyaman dengan tembok yang berwarna lembut, hiasan pot dengan buang plastik, dan pewangi ruangan beraroma jeruk yang amat kusuka. Tapi aku sungguh tak nyaman berada di ruangan itu. Ya Allah, ada apa ini..., jeritku dalam hati.
Salah seorang temanku mengatakan maksud kedatangan kami. Duktur itu mengeluarkan sejumlah kertas dari dalam amplop coklat. Dia lihat sekilas kertas itu kemudian berkata, "semuanya lulus." Serempak kami mengucapkan syukur. Salah seorang temankupun memberanikan diri untuk menyebutkan namanya dan bertanya apakah dia lulus atau tidak. Duktur itupun mengangguk sambil telunjuk kanannya menunjuk sebuah nama yang tertulis di atas kertas. Saat tiba giliranku. Duktur itu menatapku dan kemudian menggeleng. Jantungkupun semakin berpacu. Nafasku memburu tak menentu. Hawa dingin menelusup di sela jilbabku dan menyenggol bulu kudukku. Beliau mengatakan hal yang berbeda dari yang dia katakan kepada teman-temanku. Aku terkejut. Mataku panas. Aku tidak lulus.
Sejak itu, susah bagiku untuk mengendalikan perasaan. Aku mencoba tegar. Bersikap biasa. Menyimpan rapat-rapat rasa kecewa yang kurasakan. Tapi.., hanya air mata yang kemudian bersisa dari caraku. Aku terus menangis. Di otakku hanya terbayang gerakkan bibir duktur yang menyatakan aku tidak lulus dan diikuti dengan bayang-bayang kedua orang tuaku. Aku mengadu kepada Allah. Menumpahkan semua yang kurasakan. Menanyakan semua hal yang kubingungkan. Menghujat semua hal yang terjadi padaku (Ya Allah, maafkan hambaMu yang hina ini...). Merintih. Menangis. Terisak.
Cukup lama waktu yang kubutuhkan untuk mengelola perasaanku bertepatan dengan sebuah e-mail yang masuk. E-mail dari mama.

Jika Allah memberikan kita cobaan yang banyak, berarti Dia menghendaki kita menjadi mukmin yang sejati.

Jika Allah memberikan kita masalah2 yang berat berarti Dia menghendaki kita menjadi pribadi yang kuat.
...
Jika Allah memberikan kita tantangan2 yang besar berarti Dia menghendaki menjadi orang yang pintar.

Selamat menjadi mukminah yang sejati, kuat dan pintar
Akupun menangis. Tak semestinya aku menghujat caraMu Ya Allah**. Tak semestinya aku mengeluh dengan kasihMu Ya Allah. Sungguh, kenyataannya walaupun kejutanmu sesaat membuatku terpuruk namun membuatku dapat memahami betapa indah caramu untuk menjadikanku menjadi lebih dewasa. Mengingatkanku untuk selalu bersyukur dalam setiap titik rezekimu. Memahamiku bahwa hanya Engkaulah yang menentukan segala upaya kita. Membuatku merasakan betapa sayangnya Engkau kepada hambaMu dalam kejutan yang membuatku berbeda. Hingga aku berpikir inilah caraNya untuk memberiku jalan meraih mimpiku. Suatu saat senyumku kelak menanti; yang selalu memohon perlindungan naunganMu. Insya Allah. 


*Ya Allah, betapa angkuhnya hamba...
**Akupun teringat sebuah kalimat yang sering diucapkan oleh guru sejarahku saat SMP yang sering ia ucapkan seusai menceritakan cerita sejarah; yang ia kutip dari ayat Al-Qur'an.
"Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pembuat makar."



9cuap-cuap:

Tulis Pendapatmu di sini, Kawan!